Sejarah Gamelan Jawa Dan Asal Usulnya !

Kamis, 07 Februari 2013

Sejarah Gamelan Jawa dan Asal Usulnya – Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam bidang musik adalah seni gamelan. Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama maupun bentuk. Di Jawa, gamelan disebut dengan istilah gong. Terutama, sejak abad ke-18. Gamelan jawa berasal dari bahasa Jawa, gamel, yang artinya adalah alat musik yang dipukul dan ditabuh. Terbuat dari kayu dan gangsa, sejenis logam yang dicampur tembaga atau timah dan rejasa. Alat musik pengiring instrumen gamelan terdiri dari kendang, bonang, panerus, gender, gambang, suling, siter, clempung, slenthem, demung, saron, kenong, kethuk, japan, kempyang, kempul, peking, dan gong.

Asal Mula Gamelan Jawa

Awalnya, alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief yang ada dalam Candi Borobudur pada abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat beberapa alat musik yang terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan dipetik, serta lonceng.

Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik dalam alunan musik gamelan jawa. Alat musik yang terdapat di relief Candi Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan gamelan. Pada masa pengaruh budaya Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit, gamelan diperkenalkan pada masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.

Konon, menurut kepercayaan orang Jawa, gamelan itu sendiri diciptakan oleh Sang Hyang Guru Era Saka, sebagai dewa yang dulu menguasai seluruh tanah Jawa. Sang dewa inilah yang menciptakan alat musik gong, yang digunakan untuk memanggil para dewa.
Alunan musik gamelan jawa di daerah Jawa sendiri disebut karawitan. Karawitan adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan alunan musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang menggunakan instrumen gamelan terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa, yaitu sebagai berikut.

1. Seni suara terdiri dari sinden, bawa, gerong, sendon, dan celuk.
2. Seni pedalangan terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang gedog, wayang klithik, wayang beber, wayang suluh, dan wayang wahyu.
3. Seni tari terdiri dari tari srimpi, bedayan, golek, wireng, dan tari pethilan.

Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk mengiringi seni suara, seni tari, dan atraksi wayang. Saat diadakan acara resmi kerajaan di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring. Terutama, jika ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa. Masyarakat Jawa pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi pernikahan.

GAMELAN JAWA


Gamelan jawa, sejarah dan misteri
Alat musik tradisional yang bernama Gamelan berasal dari budaya Jawa, yang sekarang masih dilestarikan di kalangan Keraton Yogyakarta dan Surakarta (Solo)
GAMELAN JAWA DAN GENERASI MUDA

1. Perkembangan Seni Karawitan
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A. Brandes (1889) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan. Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga mempunyai sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan. Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini, siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001).
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10 – 15 pesinden dan atau gerong. Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Alat-alat lainnya berupa kendang, rebab (alat gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celepung.
Gamelan Jawa mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa dan memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa tersebut.
2. Fungsi sosial Gamelan Jawa
Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya.
Pada masyarakat jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat berfungsi juga bagi pendidikan.

3. Pewarisan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan gendhing-gendhing yang dikeluarkan.
Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan. Selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih menyukai jika membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat musik dan seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat jalan untuk lestari. Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan gamelan.
Perlu dipikirkan pula demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan budaya sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para empu-empu karawitan, tari dsb.

MISTERI GAMELAN SEKATEN SOLO DAN JOGJAKARTA

Sejarah tradisi Sekaten yang bergulir sejak zaman Majapahit hingga kini, menyisakan misteri besar seputar Gamelan Sekaten yang dipercaya bertuah. Pasalnya, Kraton Solo dan Jogja yang kini masih bertahan, masing-masing memiliki sepasang Gamelan Sekaten. Manakah yang asli dari zaman Majapahit dan Demak Bintoro?


POSMO-Ketika tampuk kekuasaan dari Demak Bintoro berpindah ke Pajang Hadiningrat, Gamelan Sekaten sebagai pusaka kerajaan juga ikut berpindah tangan. Peralihan zaman dari Demak ke Pajang ini juga menghentikan pelaksanaan tradisi sekaten, karena situasi perang dan kekacauan. Tidak ditemukan catatan mengenai sekaten di zaman Sultan Hadiwijaya, yang naik tahta di Pajang pada tahun 1550 Masehi. Namun dimungkinkan adanya gelar tradisi sekaten itu di Pajang, karena masa pemerintahan Pajang yang gemah ripah loh jinawi, selama kurang lebih 40-an tahun.

Di penghujung masa kejayaan Pajang, tlatah Mataram Hadiningrat didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan pada 1586 Masehi. Terletak di pinggiran Kali Opak yang disebut alas (hutan) Mentaok. Tlatah ini adalah pemberian Sultan Hadiwijaya atas keberhasilan Pemanahan membunuh Arya Penangsang. Pada tahun-tahun selanjutnya, pamor Pajang mulai surut. Sebaliknya, Mataram Hadiningrat perlahan pamornya mencorong ke seantero Nusantara.

Panembahan Senopati yang getol melebarkan sayap hingga ke tlatah Jawa Timur, telah menyebabkan situasi di Jawa Tengah kembali panas. Beberapa intrik dan peperangan kecil antara Mataram dan Pajang banyak tertulis dalam babad dan kronik-kronik Mataram. Sebuah upaya gempuran Pajang terhadap Mataram, disebutkan kandas di tengah perjalanan karena letusan Gunung Merapi. Sultan Hadiwijaya wafat karena sakit, akibat terjatuh dari Gajah tunggangannya pada peristiwa itu.

Dengan wafatnya Sultan Hadiwijaya yang menurut DR Purwadi MHum terjadi pada sekitar tahun 1587 M, muncul berbagai intrik perebutan kekuasaan. Ontran-ontran itu mereda ketika Pangeran Benowo, putra sulung Hadiwijaya meminta bantuan Panembahan Senopati untuk menggempur Pajang yang ketika itu dikuasai oleh Harya Pangiri. Pajang akhirnya runtuh. Namun, Benowo menyerahkan kendali kekuasaan kepada Panembahan Senopati. Dengan demikian, berakhirlah riwayat Pajang, dan kejayaan Islam diteruskan oleh Mataram Hadiningrat.


Gamelan Sekaten Dibagi Dua

Berbagai peristiwa sejarah kerajaan-kerajaan besar pewaris jagat Nusantara, tentu saja berdampak pada sekian banyak tradisi yang ada. Sekaten sebagai tradisi warisan leluhur, dari zaman ke zaman juga berubah. Di tengah perkembangan itu, terselip banyak misteri. Salah satunya Gamelan Sekaten, yang berasal dari warisan Brawjaya V dan Sunan Kalijaga. Di manakah keberadaannya, kini?

Gamelan Sekaten sebagai pusaka kerajaan, ikut berpindah tangan mengikuti siapa yang berkuasa. Sejak Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram, sebanyak itulah Gamelan Sekaten berpindah tangan. Namun, perjalanan sejarah belum berakhir. Pasalnya, Mataram Hadiningrat sendiri kemudian juga pecah menjadi dua, pada tahun 1755 Masehi melalui perjanjian Giyanti.

Harta kekayaan termasuk Gamelan Sekaten itu kemudian dibagi dua. Namun, tidak bisa dipastikan manakah dari kedua kerajaan pecahan Mataram Hadiningrat itu yang mendapat Gong Kiai Sekar Delima warisan Brawijaya V dan Gong Kiai Sekati warisan Sunan Kalijaga. Hasil penelitian sejarah sekaten yang dilakukan Depdikbud tahun 1991-1992 hanya menyebut, karena Gamelan Sekaten harus sepasang, masing-masing kerajaan pecahan Mataram Hadiningrat (Solo dan Jogja) membuat Gong baru sebagai pasangannya.

Di Kasultanan Yogyakarta, sepasang Gamelan Sekaten itu oleh Sultan HB I diubah namanya menjadi Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogowilogo. Di Kasunanan Surakarta, Gamelan Sekaten diubah namanya menjadi Gong Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari. Diduga kuat, dua nama yang sama, Kiai Guntur Madu, merupakan tanda kedua Gong inilah yang asli dari zaman Majapahit

Budaya

Budaya
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Lukisan musisi wanita Persia dari Istana Hasht-Behesht(Istana 8 surga).
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.


Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.


Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)



Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Bahasa
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
alat-alat produktif
senjata
wadah
alat-alat menyalakan api
makanan
pakaian
tempat berlindung dan perumahan
alat-alat transportasi

Sistem mata pencaharian
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
Berburu dan meramu
Beternak
Bercocok tanam di ladang
Menangkap ikan

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kesenian



 Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.


Sistem Kepercayaan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:



... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.
Agama Samawi

Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.

Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]

Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]

Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak memengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]
Agama dan filsafat dari Timur


Agni, dewa api agama Hindu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama dari timur dan Filosofi Timur

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.

Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.

Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, memengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.

Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
Agama tradisional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.

Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
"American Dream"

American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [9]

Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[10] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya.

Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
Sistem ilmu dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
pengetahuan tentang alam
pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
pengetahuan tentang ruang dan waktu
Perubahan sosial budaya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.


Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.

Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
tekanan kerja dalam masyarakat
keefektifan komunikasi
perubahan lingkungan alam.[11]

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan

Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara: Penetrasi damai (penetration pasifique)Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia[rujukan?]. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.

Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli. Penetrasi kekerasan (penetration violante)Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat[rujukan?].

Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
Cara pandang terhadap kebudayaan
Kebudayaan sebagai peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.

Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.

Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.

Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.

Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".

Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."

Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Kebudayaan di antara masyarakat

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Kebudayaan menurut wilayah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebudayaan menurut wilayah

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama. Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam.Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika

Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda. Asia

Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.

Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara. Australia

Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin. Eropa

Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini. Timur Tengah dan Afrika Utara

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.







Hanya Satu Mata


Mari memandang Bangsa ini dari satu mata menuju Indonesia satu, jangan lupakan anak cucu dimasa mendatang yang membutuhkan warisan budaya dan indahnya tanah dan air Indonesia, karena Generasi kita adalah generasi yang berpotensi untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan demi anak cucu bangsa yang tak pernah mati.
Saatnya bersama saling menopang mencapai cita-cita luhur para pejuang negeri ini.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Iklan Indonesia Bersatu di BlogCamp, Dalam rangka ikut serta memperingati Hari Sumpah Pemuda 2010 dan untuk menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan.

TransTV : Menyentuh Pedalaman Negeri

ethnic runwayDitengah Modernisasi dan perkembangan teknologi, ternyata masih sangat banyak sisi Negeri ini yang belum tersentuh olehnya. Tidak mengenal yang namanya modernisasi, bahkan banyak yang tidak mengenal yang namanya Teknologi. Hidup di tengah hutan belantara, disepanjang sungai, di kaki gunung, di atas pohon dan sebagainya.
Jangankan Pendidikan, cara kehidupan mereka masih banyak yang mengikuti kepercayaan nenek moyang dan hidup berpindah-pindah, memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sistem barter, berburu, memakan hasil hutan dan hasil dari sungai.
Gak Nyangka saya akhirnya bisa menemukan sentuhan lebih tentang Suku, adat istiadat, dan budaya Bangsa yang berbeda ini. Ketika TransTV mampu menyentuh Pedalaman Negeri dan Mendidik Anak Bangsa Melalui Tayangan ETHNIC RUNWAY, setiap Hari Minggu Pukul 14:00 WIB, dan bisa berbagi informasi di alamat facebook atau follow twitter nya
ethnic runway
Mengapa Tayangan ini sangat layak untuk ditonton??
Ada banyak alasan yang membuat saya merasa bahwa tayangan ini sangat layak untuk ditonton, mulai dari tingkat anak-anak sampai dengan dewasa.
  1. Semakin minimnya pengetahuan generasi muda tentang suku dan budaya, maka dengan hadirnya tayangan ETHNIC RUNWAY akan menjadi salah satu sumber informasi bagi generasi bangsa untuk mengenal budaya dan menjaga keanekaragaman tersebut.
  2. Kita bisa melihat secara nyata cara hidup suku budaya Bangsa Indonesia, Tidak hanya melihat melalui tulisan dan gambar, sehingga pengenalan akan suku budaya itu tidak lagi mengambang.
  3. Semoga dengan adanya tayangan ini membuka mata pemerintah daerah dan pusat, bahwa masih begitu banyaknya daerah yang belum tersentuh sama sekali, bahkan ada beberapa daerah yang masyarakatnya tidak memiliki KTP.
  4. Keberanian Artis untuk turun ke daerah-daerah, mengikuti budaya dan cara berpakaian mereka, bahkan turun untuk bekerja mengikuti kegiatan keseharian mereka. Benar-benar petualangan yang luar biasa.
  5. Memberikan informasi bagi orang-orang yang suka bertualang dan pencinta alam.
ethnic runwayJika bukan kita yang menjaga dan melestarikan Budaya Negeri ini, Siapa Lagi?
Jangan Lupa ya, Belajar dan Bertualang Setiap Hari MINGGU, Pukul 14.00 WIB, Hanya di TransTV di program ETHNIC RUNWAY
Terima kasih TransTV untuk Tayangan yang mendidik dan Kerja Kerasnya Menyentuh Setiap Sudut Negeri ini. Maju Terus dengan tayangan-tayangan yang menarik, menghibur dan mendidik.

Budaya Malu Dunia Pendidikan


Masalah Etika dan Moral, Masalah Pemikiran dan Mental, Masalah Logis dan Otak. Akhirnya semua dikembalikan ke dunia pendidikan, ke orang-orang yang mendidik.

Mengapa saya beri judul budaya malu dunia pendidikan, Betapa memalukannya jika kita mendengar “di sekolah dididik apa sih?… Kok ngomongnya ndak Sopan?” atau kita mendengar “sudah disekolahkan.. tapi kok ga punya etika…..!!”

Saya pernah menulis tentang Sekolah Bukan Hanya Ilmu, Akhirnya ada hal yang harus kita budayakan di dunia pendidikan. Yaitu Budaya Malu. . Budaya Malu, bukan berarti saya malu sekolah di sekolah desa, malu sekolah di sekolah yang fasilitasnya gak OKE, malu sekolah di sekolah anak-anak Jalanan. BUKAN ITU.

Sebenarnya Segala Permasalahan di negeri ini Bisa terkendali jika Setiap Insan, setiap Generasi, Setiap Pribadi memiliki “BUDAYA MALU”

Budaya malu di dunia pendidikan harus kita terapkan dari sekarang. Budaya malu dalam hal apa ???

Budaya Malu Bagi Para Pendidik
Budaya Malu Jika Seorang Pendidik tidak mempersiapkan diri sebelum mengajar, tidak belajar sebelum mengajar, dan tidak mau tahu keadaan siswa sebelum mengajar. Apakah kita sebagai pendidik tidak merasa malu pada diri sendiri, malu pada Stempel Profesi yang tertulis di dada kita, malu pada anak-anak yang meremehkan kita.
Budaya Malu jika mendidik hanya untuk memberi Ilmu, Bukan Etika dan Sopan Santun. Untuk apa anak-anak itu pintar jika tidak memiliki etika dan sopan santun. Apa kita tidak malu mendengar anak juara umum di sekolah X tawuran, MEngucapkan kata kotor, tidak menghormati orang lain. maka kita kan malu mendengar kata-kata “disekolahkan kok tidak punya etika..”
Budaya Malu menerima gaji Bersih tapi jarang masuk kelas. Memangnya tidak malu makan uang hasil jerih payah orang lain, tapi kita hanya duduk santai tanpa bekerja. Malah menuntut gaji, kita nomer satu. Berlomba sertifikasi, tapi kok kesekolahnya jarang. Mau duitnya saja. wah… Sangat tidak pantas.
Budaya Malu tidak menghargai diri sendiri. Bukankah kita malu jika kita seorang pendidik, tapi tidak perduli dengan pendidikan anak dan keluarga sendiri. bagaimana kita mendidik, jika dari diri kita sendiri tidak terlaksana. Kita bicara kepada anak-anak jangan merokok, tetapi dihadapan mereka kita merokok.

Budaya Malu Seorang Siswa / Anak Didik
Budaya Malu menyia-nyiakan Hasil kerigat orang tua. Malu tidak pada orang tuamu yang bekerja mati-matian demi masa depanmu. Mungkin kamu berkata “akh… kan duit orang tuaku banyak..!!!!” . Justru kamu harus malu memakan duit yang bukan hasil kerja kerasmu, bukan hasil keringatmu.
Budaya Malu tidak punya sopan santun. Seharusnya malu dong sebagai anak yang katanya sudah belajar, sudah pintar baca, sudah bisa berpikir tentang hal-hal baru, tapi kok kata-katanya tidak sopan, kok kata-katanya suka memaki, kok kata-katanya kasar sama orang tua dan teman. Nanti dibilang “Mulutnya ga disekolahin ya…” waduh.. Jangan Sampe dong, malu.. malu… maluuuuu banget
Budaya Malu Meremehkan Orang lain, Nah, kamu memang pintar, kamu meremehkan orang lain, kamu meremehkan orang yang hidupnya lebih sederhana dari kamu. Nanti suatu saat kalau tiba-tiba kamu mengalami kejatuhan, kamu tiba-tiba kekurangan, malu kan sama mereka. takutnya sih dibilang “alah….. Dulu aja Sombong…” hati-hati, hidup ini seperti roda yang berputar. terkadang di atas dan terkadang di bawah.
Budaya Malu jadi pembuat Onar. kata-kata pembuat onar ini sangat tidak pantas kan di jadikan cap / stempel pada dirimu. Kalau kita bisa saling menghargai, mengapa tidak ! Kan Damai Itu indah. Tidak pernah dikatakan dan diajarkan disekolah…”nak… nanti pulang sekolah buat onar ya, berantem ya, tawuran ya,,!
Budaya malu tidak belajar. Malu dong kamu dengan NIlai 100, 90, 80 tapi hasil nyontek, dan ketidakjujuran. Dengan bangga Kamu bilang “wah… Aku lulus, nilai 90..” eh ternyata teman-temanmu berbisik, “gitu aja kok bangga.. kan kemaren dia nyontek dari si A…” .. Akhhh Malunya. Kecuali kamu sudah tidak memiliki rasa malu lagi.
Budaya Malu pada diri sendiri. Malu lah pada dirimu sendiri jika berbuat hal yang tidak baik, berbuat hal yang tidak bermoral, berbuat hal yang tidak sopan. Kalau kamu merasa malu pada diri sendiri, kamu pasti berusaha lebih baik. Tanya pada dirimu sendiri, rasakan dalam hati nuranimu. contoh “Kalau aku buang sampah ini sembarangan , malu dilihat orang…” atau “kalau nilaiku Jelek… malu sekali aku sama si DOi, sama ORTU, dan malau sekali pada diriku..”

Budaya malu Instansi Terkait Pendidikan
Budaya Malu Duduk di bangku tertinggi pemerintahan, yang bertujuan memajukan pendidikan, tetapi uang rakyat, uang anak didik kok nyangkut dimana-mana. Seharusnya hak murid untuk mengecap fasilitas, kok turunnya cuma 40%. Bukankah memalukan memakai seragam Pemerintahan tapi kok ndak mendidik. Nanti dibilang “..orang pendidikan kok seperti tidak dididik ya..”. Kalau pemerintah di dunia pendidikan juga korupsi, ribut, saling mengadu domba, saling menjatuhkan, gimana anak didiknya ya??? .
Budaya Malu cuma berkoak-koak tapi tidak terealisasi. Bukankah memalukan jika kita yang duduk dibangku pemerintahan yang berkoak-koak, berteriak-teriak pendidikan ini harus dimajukan, kita buat ini, kita buat itu, tapi cuma omong kosong, cuma mau mencari simpati rakyat, cuma mau cari dukungan. Bullshit… Semua hanya omong kosong. Tidak perlu lah berteriak kalau hanya suara. Realisasi yang penting
Budaya Malu Pada Anak-Anak jalanan, Pada Orang miskin, Pada Pengemis, Pada Anak-anak penjual Koran, pada anak-anak yang tinggal dipinggiran, pada anak-anak yang tidak bisa baca tulis. Betapa memalukan jika pemimpin negara ini menutup mata untuk mereka. Berapa % (persen) dana pendidikan untuk negara ini? Kemana? Apa matamu buta pada mereka? Mereka juga butuh pendidikan, mereka juga mau maju, mereka juga berharap punya masa depan. Mereka seperti seseorang yang kelaparan memandang anak-anak berseragam sekolah. Apa Kita tidak malu? lewat dipinggir jalan dengan Pakaian dinas, dengan mobil mewah, tapi cuek saja dengan nasib mereka. Dimana jiwa pendidikmu? Seorang pemerintah haruslah orang yang memiliki jiwa mendidik yang tinggi melebihi seorang guru.

Budaya Malu para Orang Tua
Budaya Malu tak lagi menjadi orang tua seutuhya. Malulah sebagai orang tua yang membiarkan anaknya hanya dididik di sekolah. Orang tua adalah orang yang paling berkewajiban mendidik anak. bukan sibuk bekerja mencari uang, anak-anak terlantar , mau belajar atau tidak, ya terserah. malu pada diri sendiri jika anak akhirnya sibuk dengan dirinya sendiri, m alu tidak punya waktu lagi menanyakan kabar anaknya, malu tidak lagi memiliki waktu makan bersama anaknya, malu pada akhirnya pergaulan anak terlampiaskan ke hal-hal negatif. Pantaskah kita disebut orang tua?
Budaya malu tidak Mau belajar. Orang tua haruslah belajar, agar anak juga bisa diajar. umur semakin tua bukan berarti berhenti belajar. BElajarlah terus mendampingi anak-anak.
Budaya Malu tidak mau mendengar. Malulah sebagai orang tua yang memaksakan segala kehendak kepada anak-anak. mengekang anak-anak. berkata tidak sopan terhadap anak-anak. Terkadang anak ingin di dengar, anak bukan untuk mendengar saja, tetapi butuh di dengar. Jangan biarkan anak-anak berlari kepada orang lain, hanya karena butuh didengar.
Budaya malu tidak mengutamakan pendidikan anak. Malulah sebagai orang tua, jika pendidikan dianggap nomor kesekian, maka jiwa dan pemikiran anak tidak akan berkembang. anak tidak akan memiliki masa depan secerah yang mereka impikan

Akhirnya “BUDAYA MALU PADA DIRI SENDIRI” adalah hal yang paling penting dalam hidup. Jika saja kita semua bisa menerapkan Budaya malu, maka segala hal akan baik. Pendidikan akan maju, negara ini akan maju, tidak ada kebodohan, tidak ada kemiskinan, tidak ada egoisme.

Tapi jika tidak ada budaya “MALU PADA DIRI SENDIRI“, maka negara ini akan menjadi negara yang terus dipermalukan oleh rakyatnya sendiri. Mau dikemanakan Nasib Bangsa ini???? Jika Kita sudah menerapkan budaya “MALU PADA DIRI SENDIRI“, mari kita perbaiki diri kita, dunia pendidikan kita, dan mari kita berbuat Bagi Lingkungan kita, agar kita bermanfaat Bagi Negeri Tercinta kita Indonesia

Belajar Budaya Malu dari Pendidikan di Jepang



JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan yang diberikan oleh orang tua maupun guru pada anak-anaknya pasti akan memberi pengaruh pada perilaku anak sehari-hari. Untuk itu, orang tua dan guru harus berhati-hati dan terus menyampaikan nilai-nilai positif dalam mendidik anak.

Guru dari pondok pesantren Hifz Al-Qur'an Al Asror, Slamet Hidayat Bisri, mengatakan bahwa dirinya terkesima dengan kedisiplinan yang dilakukan oleh anak-anak di Jepang. Anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) dapat dengan sendirinya menata sepatunya di rak sebelum masuk kelas sehingga tidak ada sepatu yang berantakan di lantai.

"Saat berkunjung di Jepang, saya lihat anak SD bisa teratur. Sedangkan santri tempat saya yang umurnya lebih tua, hal simpel seperti menaruh sandal saat mau masuk mushola saja masih berebut," kata Slamet saat Penyerahan Sertifikat Kunjungan ke Jepang, di Hotel Pullman, Jakarta, Jumat (16/11/2012).

Ia menuturkan bahwa ada empat sumber yang dijadikan bahan landasan dalam pola pendidikan di Jepang yaitu bahasa sebagai alat komunikasi, keterampilan menolong orang, filsafat hidup dan agama yang untuk orang Jepang adalah Budha. Satu hal yang menarik perhatiannya adalah masalah filsafat.

"Dari filsafat ini, ternyata sekaligus mengajarkan budaya malu pada anak-anak ini. Yang mendasar malu jika tidak rapi, malu jika melanggar aturan termasuk buang sampah sembarangan," jelas Slamet.

Dalam kesempatan yang sama, guru dari Pondok Pesantren As-Salaam, Muflih Wahyanto, mengungkapkan hal serupa. Anak-anak di Jepang sejak usia dini sudah mengenal baik masalah kebersihan dan kerapihan. Hal ini awalnya ditularkan lewat sekolah dan dijaga kelangsungannya oleh keluarga dan masyarakat.

"Kadang kami sudah ajarkan di sekolah. Tapi saat di rumah atau di lingkungan masyarakat, anak-anak ini dibiarkan lagi," jelas Muflih.

"Butuh sinergi yang baik antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam mendidik anak agar tumbuh baik," tandasnya.